Rabu, 15 Februari 2012

Secercah Asa, .

Panas terik sinar sang surya tak menyurutkan semangatku untuk terus mengayuh sepeda tua yang sudah 10 tahun menemaniku dalam mencari nafkah. peluh bercucuran semakin membuatku tegar menjalani semua ini. apalagi bila tringat senyuman istri dan anak semata wayangku tatkala menyambut kedatanganku, rasanya letih tubuh ini hilanglah sudah.
Hari ini terasa begitu berat, dari subuh tadi sampai sekarang memasuki waktu ashar tak satupun daganganku laku. ya Allah…apa yang harus kukatakan kepada istri dan anakku? hatiku mulai berkecamuk berjuta perasaan ada marah, kesal dan aku nyaris putus asa, tapi jika aku menyerah sekarang bagaimana dengan anak dan istriku? ya Allah berikan hamba kekuatan.
Kuhentikan laju sepedaku lalu kutuntun kedalam pelataran masjid kulangkahkan kaki menuju tempat wudlu, lagi-lagi rasa gelisah dating mengusik. kuhirup napas dalam-dalam lalu menghembuskannya parlahan, “Bismillah…”. kumulai berwudhu mesti hatiku masih resah namun kucoba untuk tak memedulikanya.
Aku telah menyelesaika rakaat terakhir kemudian mengucap salam ketika kudengar gemercik air hujan yang jatuh kepangkuan bumi.”Alhamdulilah Allah telah melimpahkan rahmatnya.” Aku mengucap sukur meski kusadar bahwa nanti aku pasti kehujanan karena aku lupa membawa paying. sudahlah..aku mulai berdoa dengan khusuk, kurangkai kata-kata dengan begitu indah untuk mengagungkan Asma Allah.

****

Dengan langkah lebar setengah berlari sembarimenuntun sepedaku, kuterobos hujan yang turun semakin deras. kulirik daganganku kalau-kalau terkena air hujan. lega terpancar diwajahku setelah mengetahui kripik tempe yang terbungkus plastic tak kemasukan air. kuhentikan langkahku tepat didepan rumah yang sangat sederhana tempat aku dan keluarga kecilku tinggal. seperti biasa anakku, Sekar, telah siap menyambut kedatanganku di depan pintu.
“Assalamu’alaikum…!”
“Waallaikumsalam..” jawabnya lalu menyodorkan handuk kering. aku tersenyum meski hatiku perih Ya Allah Engkau memberikan malaikat kecil yang selalu membuat aku bangga dan bahagia namun sampai detik ini aku tak bias membuatnya bahagia. Nak maafkan bapak… hatiku semakin teriris perih ketika kulihat istriku bergelut asap didapur, mengusap peluh dikeningnya sembari menggoreng pisang yang akan kita jual nanti malam. rasanya dada ini sesak, akupun tak sanggup lagi menahan air matau. namun aku harus tetap tegar agar mereka tak ikut bersedih.
“Bu…” panggilku penuh keraguan.
“Oh. Bapak sudah pulang… maaf Pak, Ibu keasyikan masak sampai tidak tahu kalau bapak sudah pulang.”
aku tersenyum simpul.
“Bapak mau bicara sebentar. Bu,” kataku tanpa sedikitpun menatap wajahnya.
“Baju Bapak basah? Cepat ganti baju atau mandi saja dulu pak, nanti bapak sakit! bicaranya nanti malam saja!”
“ya sudah, Bapak mandi dulu,” kataku datar.
“biar Sekar menyiapkan baju ganti bapak.” usul anakku dengan semangat dan secepat kilat berlari menuju kamar.

****
Sekar menatap santapan makan malam tanpa berkedip. mungkin dibenaknya tersimpan kekecewaan karena untuk esekian kalinya makan malam kita hanya krupuk sambal dan kecap.
“kenapa? sekar bosan ya setiap hari makan it uterus?” tanyaku.
“nggak kok pak?” jawabnya lalu bergegas mengambil nasi berikut lauknya kemudian makan dengan lahab. aku dan istriku saling menatap. mungkin kami merasakan hal yang sama.
“oya, Bapak tadi katanya mau bicara?” Tanya istriku.
Aku menunduk terdiam. kukumpulkan keberanian yang ada dalam diriku dan kurangkai kata-kata yang tak menyakitkan hati sebelum menjawabnya.
“maafkan Bapak Bu… hari ini bapak tak mendapat uang sepeser pun…”
“berarti besok Sekar belum bisa bayar uang sekolah dong Pak?” potong Skar. Aku mengangguk.
Ya Allah aku merasa berdosa sekali karena telah membawa mereka kedalam penderitaan ini. “Sekar maafin bapak…” batinku.
“Sekar tidak usah khawatir besok Sekar bisa bayar kok, Ibu masih punya simpanan kalung pemberian eyang, besok pagi-pagi sekali ibu akan jual nanti uang bis abuat bayar sekolah.”
hatiku remuk redam mendengar ucapan istriku aku merasa lemah sekarang, seharusnya aku yang mencukupi kebutuhan mereka tapi, istrikulah yang sampai saat ini banyak berkorban.
“baik. Sekar, Ibu… mulai sekarang bapak akan bekerja keras… berjuang sampai titik darah penghabisan agar kita bisa keluar bari penderitaan ini dan mulai sekarang kita hidupkan shalat malam.. berpuasa, perbanyak berdoa kepada Allah karena hanya Dia-lah satu-satunya tempat kita meminta pertolongan!” ucapku dengan semangat berkobar.

****
aku semakin tegar menjalani hari-hari, kucurahkan seluruh jiwa raga agar bisa mengubah nasibku. tak henti-hentinya aku berdoa agar diberikan kemudahanmenjalani semua ini, begitu juga istriku yang tak pernah absent mendampingiku shalt malam, tak ketinggalan sekar yang selalu giat tadarus seusai shalat maghrib.

****
Satu tahun kemudian
Akhirnya hidayah itu dating dan akhirnya Allah menjawab doa-doa kami. semua perjuanganku, istri dan anakku tak sia-sia. Pak Ahmad seorang pengusaha memberiku modal. Beliau melihat semangat juangku mengubah nasib yang begitu besar dan memberiku esempatan untuk mengembangkan usaha kripik tempe yang aku geluti selama 10 tahun terakhir ini. Alhamdulillah… berkat kerja keraskuserta dukungan dari istri dan anakku akhirnya usahaku berkembang pesat. aku telah membuka tiga cabang sekarang memberi rumah yang layak, dan semua kebutuhan kami terpenuhi. Alhamdulillah ya Allah… atas segala nikmat dan karunia yang telah Engkau berikan… meski dunia ini tak ada yang abadi, namun rahmat-Mu sarat arti.

Ya Allah… Engkau adalah satu-satunya alasan mengapa dia sanggup bertahan melewati ujian hidup yang ngkau gariskan padanya dan kemurahan-Mu jawaban atas benih keikhlasan yang ia tabur selama ini. Lihatlah ya Allah.. senyuman itu telah kembali, kebahagiaan itu tak meredup… dan aku cemburu. sungguh aku tak ingin bermalas-malasan. takkan kubuang waktuku dengan percuma, aku akan terus berusaha dan takkan menyerah menjalani hidup ini. 
Itu janjiku ya Allah…