Kamis, 24 Mei 2012

Bacalah, karena alam adalah tempat belajar yang baik.


Alam ini tertera banyak ayat bahkan segala sesuatunya, dalam alam tersebar banyak utusan bahkan apapun itu, yang artinya ada berlimpah ruah pelajaran mengenai hakikat, yang setiap itu melekat pada makhluk ciptaan-Nya. Hanya saja ada kesadaran yang begitu sulit ditemukan dalam diri ini.
Bacalah, karena alam adalah tempat belajar yang baik.
Kadang saya membayangkan kehidupan sebagai seekor semut hitam. Sosok makhluk kecil yang didalam banyak ayat menganalogikan sesuatu yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk disadari, bahwa dia (seekor semut hitam) yang berada diatas batu hitam kelam dalam pekatnya malam, tak akan lepas dari kesadaran seorang yang menyadari “Diri”-nya.
Pagi ini saya (semut hitam), kembali melakukan rutinitas sehari-hari; keluar dari sarang setelah sepanjang hari beraktivitas memenuhi banyak kebutuhan akan makan dan banyak lagi keinginan akan libido, sangat senang berinteraksi dengan kawan-kawan sesama semut hitam, berjabat-bercengkrama sebarang waktu, kedua antena menggiring ketempat dimana ada makanan, jika badanku sedikit besar lagi mungkin akan kuangkut juga sepiring makanan, entah senyawa apa yang menarikku berjalan kesana-kemari, modus bekerjaku mangikuti naluri, jika sekali hajat ku terancam akan kugigit, akan kugigit, dan akan kugigit, karena seringkali ku terancam oleh pemegang-pemegang kekuasaanmisalnya manusia, tapi mungkin lebih tepat kusebut dengan – binatang lainnya yang jauh lebih besaryang katanya makhluk paling tinggi derajatnya, namun seringkali kudapati tidak demikianSaya sangat instinktif, hingga saya kembali lagi kesarang, dan mempersiapkan diri untuk rutinitas esok hari, yang seperti itu lagi, dan yang tak kusadari.
Entah apa yang menarik perhatianku padamu sang sosok semut, hingga ketika kau menggigitku berakhir pula rutinitasmu itu. Gigitanmu menyadarkan pada waktu yang kurasa begitu cepat berlalu, yang ternyata tak bersandar pada pagi, siang ataupun malam, atau pada detik-detik jam dinding, yang kutahu hanya pertanyaan akan kesenangan apa lagi yang ingin dan belum kulakukan, tuntutan dunia apa lagi yang harus kupenuhi, hingga kau datang menggigitku.
Ini berarti: pencarian kembali makna lestari, jika kerusakan lingkungan hanyalah lahan gersang tak subur, pencemaran lingkungan oleh limbah industri ataukah hanya penebangan hutan secara ilegal. Terlebih lagi diriku hanya mendaki, mendaki, dan mendaki puncak  gunung. Karena, dalam diri ada cara pandang dan kesadaran yang sungguh gersang, dalam diri ada limbah yang mengalir dalam setiap ucapan tak bertanggungjawab, dalam diri ada tindakan amoral yang seringkali diwajarkan. Karena yang kudaki hanyalah ego-ego yang hanya mengantarkanku pada puncak egosentris.
Lihatlah megah makna lingkungan, jika begitu eksklusif-nya menjadi sang “pencinta” dan “alam”-lah yang ingin dicinta. Mencari makna hidup dalam keterasingan diri dalam sokongan daun lontar sementara gambaran jagad raya ini begitu luas, tak terhingga, tak terjangkau, yang ungkapan-ungkapan itu hanyalah keterbatasan khayal yang manusia miliki.
Bahwa setiap kita yang terdalam tak memiliki alasan untuk mengingkari kemungkinan keberadaan semut kecil hitam diatas kelamnya batu hitam dalam pekatnya malam.
Kesadaran itu ada dalam alam malam, dan bahwa setiap kita memiliki semut kecil hitam yang tak kita sadari yang mempertanyakan kehidupannya diatas batu hitam kelam. Yang menjalankan kehidupannya dalam ketak-sadaran diri, kehitaman diri diatas batu hitam. Malam menjadi hilang diri karena menyatu bersama batu yang hitam. Batu menjadi samar karena malam melingkupi dan menyatu. Apalagi kau, sang semut yang tercipta hitam dilingkupi namun tak menyadari, menyatu namun mengingkari. Siapa yang menanggung keadaan itu? Semut yang hitam? Alam yang hitam?
Menyadari ketakterbayangkannya alam ini (kosmologi), akan sedikit membantu kita dalam kesahajaan tindakan, ucapan dan pemikiran (cara pandang). Namun, hal itu bukanlah hanya sebentuk gagasan transcendental yang berakhir pada rangkaian kalimat logis menggugah hati yang rindu, lantas mengawang diudara menguap bersama bunyi-bunyi yang melalui rongga, tak beda dengan kentut busuk. Bahwa menyadari kosmos yang maha luas, berarti menjadi gelisah akan kosmos diri yang begitu dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar